SISTEM
PARTAI POLITIK DI INDONESIA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Perkuliahan Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia.
Dibawah
Bimbingan :
Awang
Munawar, Drs., M.Si.
Disusun oleh:
Ali Usman (121000056)
Kelas : H 2012 (HTN)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Demokrasi
merupakan bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara
dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi
mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik
kebebasan politik secara bebas dan setara. Suatu pemerintahan demokratis
berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipegang satu orang,
seperti monarki, atau sekelompok kecil, seperti oligarki. Apapun itu,
perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini sekarang tampak
ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen
demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai
sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada
kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan
mereka tanpa perlu melakukan revolusi.
Partai
politik merupakan salah satu komponen atau organisasi yang berorientasi
padakekuasaan. Karena itu, parpol memiliki peran penting dalam hal
perpolitikan. Tanpa adanya partai politik di Indonesia, maka sistem politik
tidak dapat berjalan. Baik buruknya
sistem politik dapat ditentukan dari kinerja partai politik itu sendiri. Sistem
politik sendiri dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat
fungsi, dimanafungsi-fungsi tadi melekat pada suatu struktur-struktur politik,
dalam rangka pelaksanaandan pembuatan kebijakan yang mengikat masyarakat.
Mendirikan
parpol merupakan salah satu hak warga negara Indonesia. Dewasa ini,Indonesia
diwarnai akan masalah-masalah dalam bidang politik, terutama yang berkaitandengan
partai politik.
B. Identifikasi Masalah
Dengan
adanya latar belakang seperti itu maka saya tertarik untuk mengkaji
1. Bagaimana
sistem kepartaian di Indonesia?
2. Bagaimana
fungsi partai politik dalam pemilihan umum?
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Kepartaian Indonesia
Sistem
Kepartaian Indonesia menganut sistem multi partai. Aturan ini tersirat dalam
pasal 6A(2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Frasa gabungan
partai politik mengisyaratkan paling tidak ada dua partai atatu lebih yang
bergabung untuk mengusung seorang calon pasangan presiden dan wakio presiden
dan bersaing dengan calon lain yang diusulkan partai-partai lain. Ini artinya
sistem kepartaian di Indonesia harus diikuti oleh minimal 3 partai politik atau
lebih.
Sejak
era kemerdekaan, sebetulnya Indonesia telah memenuhi amanat pasal tersebut.
Melalui Keputusan Wakil Presiden No X/1949, pemilihan umum pertama tahun 1955
diikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen.
Pada
masa pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto memandang terlalu banyaknya
partai politik menyebabkan stabilitas poltik terganggu, maka Presiden Soeharto
pada waktu itu memiliki agenda untuk menyederhanakan jumlah partai politik peserta
pemilu. Pemilu tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan pada tahun 1974
peserta pemilu tinggal tiga partai politik saja. Presiden Soeharto
merestrukturisasi partai politik menjadi tiga partai(Golkar, PPP, PDI) yang
merupakan hasil penggabungan beberapa partai. Walaupun jika dilihat secara
jumlah, Indonesia masih menganut sistem multi partai, namun banyak ahli politik
menyatakan pendapat sistem kepartaian saat itu merupakan sistem kepartaian
tunggal. Ini dikarenakan meskipun jumlah partai politik masa orde baru memenuhi
syarat sistem kepartaian multi partai namun dari segi kemampuan kompetisi
ketiga partai tersebet tidak seimbang.
Pada
masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya
ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki
hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal
reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak
mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era
orba.
Pada
tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini
disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no
3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti
pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah
kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti
pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan
parpol baru. Untuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan
jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3%
setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014
ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
Fungsi Partai Politik dalam
Pemilihan Umum
Salah
satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan umum
(pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur
dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Ketika
demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan
pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah
negara. Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang
benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah
satu sarana legitimasi kekuasaan.
Pemilu
dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan.
Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus
bebas dan otonom. Kedua, pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam
artian pemilu harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas.
Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki
peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun
kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. Keempat,
pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan
alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses
memperoleh informasi yang luas. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak
dan independen.
Dalam
kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem
perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah.
Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan
daerah melalui pemilu membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar
demokrasi. Penyelenggaraan pemilu tahun 2004 dinilai cukup berhasil oleh banyak
kalangan, termasuk kalangan internasional. Dengan gambaran ini dapat dikatakan
bahwa sistem perpolitikan nasional dipandang mulai sejalan dengan penataan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang di dalamnya mencakup penataan partai politik.
Peran
partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem
perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang
dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat
ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas
demokrasi dan kinerja sistem politik. Oleh karena itu, peran partai politik
perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan
aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah
negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di
seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara
pemilu yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk lebih meningkatkan fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pemilu.
Perlu
dilakukan upaya untuk mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang
menuntut peran parpol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan
mewujudkan parpol sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern. Upaya
tersebut antara lain dapat ditempuh melalui pendidikan politik dengan
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan
inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Agar
tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat
keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban
yang jelas, maka penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan secara lebih
berkualitas dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu diupayakan perubahan
untuk memperkuat lembaga perwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan sistem
multipartai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan pula sistem pemerintahan
presidensial sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
DAFTAR
PUSTAKA
Adinegoro,
Pemilihan Umum dan Jiwa Masyarakat di
Indonesia, Jakarta, Bulan Bintang, t.t.
Moh.
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012
http://www.djpp.kemenkumham.go.id/